Urang Kayu Agung
Suku Kayuagung atau Komering Kayuagung adolah suku asli Indonesia nan barasa dari kabupaten Ogan Komering Ilir, provinsi Sumatra Selatan. Komunitas suku ko umumnyo tadaek di babarapo wilayah/kecamatan di kabupaten Ogan Komering Ilir. masyarakaik Komering Kayuagung jo jumlah nan signifikan dapek ditamuan di kecamatan Kayuagung nan marupoan ibukota/pusat pamarintahan dari kabupaten Ogan Komering Ilir. Mayoritas masyarakaik sub-suku Kayuagung mamaluak agamo Islam jo umumnyo bakarajo sabagai petani.[2] budayo jo adaik istiadaik nan masih terjaga hingga kko ialah adaik Lamaran jo Tari Penguton Kayuagung. Suku Kayuagung adolah salah satu bagian dari kelompok etnik/subsuku etnis Komering.
Orang Kayuagung |
---|
Berkas:Midang Kayuagung.jpg |
Tradisi Midang, budaya khas masyarakat Kayuagung |
Jumlah populasi |
-+23.000-68.000 jiwa.[1] |
Kawasan bapopulasi cukuik banyak |
Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan |
Bahaso |
Komering Kayuagung • Indonesia • Melayu Palembang |
Agamo |
Sebagian besar Islam |
Kalompok etnik takaik |
Melayu • Lampung |
Asal usul & sejarah
suntiangAsal usul jo sejarah masyarakaik Kayuagung tidak terlepas dari kelompok masyarakat/suku-suku disekitarnya. Tidak ada bukti sejarah nan jelas jo kuat, tetapi beberapa literatur menyatakan bahwa terbentuknya masyarakaik Komering Kayuagung karena percampuran antar suku asli Sumatra Selatan nan mendiami sepanjang sungai Komering bagian hilir (suku Komering) jo suku Lampung Abung/marga Abung (Abung Bunga Mayang) nan datang dari Lampung. masyarakaik Abung (Abung Siwo Mego) nan berasal dari provinsi Lampung tiba di Sumatra Selatan lalu menempati wilayah sungai Komering bagian hilir (tepatnya disekitar Kayuagung sekarang) jo bercampur jo suku Komering nan telah mendiami wilayah tersebut. Karena adanya interaksi/komunikasi antar suku, asimilasi jo akulturasi budayo muncul pengaruh dari masyarakaik Lampung Abung pada masyarakaik Komering. Kayuagung Morge Siwe/Kayuagung Marga Sembilan kemungkinan berasal dari masyarakaik Abung Siwo Mego nan memiliki sembilan marga juga. Ada juga nan menyatakan bahwa penduduk di sekitar sungai Komering bagian hilir (saat ko sekitar Kayuagung) itu ialah masyarakaik keturunan Abung Bunga Mayang dari provinsi Lampung nan sudah lama bermigrasi ke daratan Sumatra Selatan jo menetap di sekitar sungai Komering (wilayah masyarakaik Komering Kayuagung saat ini). Terlepas dari hal itu, pengaruh dari suku-suku lain disekitarnya juga cukup kuat. Kebudayaan jo adat-istiadaik masyarakaik Kayuagung cukup kuat dipengaruhi adaik budayo Melayu jo Islam. Hal ko dapat dilihat dari kebudayaan jo adat-istiadaik Kayuagung memiliki kemiripan/pengaruh budayo Melayu (terutama Palembang). Dari segi bahasa, logat intonasi masyarakaik Kayuagung terdengar saroman logat Ogan tetapi lebih mendayu-mendayu. Pengaruh bahasa Melayu Palembang juga cukup kental dalam kosakata bahasa Komering dialek Kayuagung karena dapat ditemukan banyak kosakata nan sama. Dialek Kayuagung juga terdengar saroman dialek Pegagan jo ciri khas "e" nan berbunyi saroman pada pengucapan kata "proses" (E talling/E tinggi). Meskipun begitu, adat-istiadaik jo kebudayaan Kayuagung tidak berbeda jauh jo masyarakaik Komering lainnya tetapi tetap memiliki beberapa perbedaan jo ciri khas masing-masing/keunikan tersendiri.
adaik Istiadaik & Kebudayaan
suntiangSuku Kayuagung menganut garis keturunan "Bilateral" dimana garis keturunan nya bisa dari pihak bapak atau bisa juga dari pihak ibu.[2] adaik jo budayo nan masih terjaga di suku Kayuagung ialah adaik lamaran pernikahan jo tari penguton.
adaik Lamaran
suntiangSalah satu adaik istiadaik suku Kayuagung nan masih dijaga hingga saat ko adolah adaik lamaran pernikahan. adaik nan yang sudah ada sejak abad 15 ini, bisebarkan dari Lampung, hingga akhirnya diadopsi oleh suku Kayuagung. Seorang tetua adaik jo mantan sekretaris adaik suku Kayuagung, Yusrizal, mengatakan bahwa proses pernikahan dalam suku Kayuagung terbilang lama.[3] Pertama nan dilakukan ialah Nyelabang dimana pihak laki-laki akan mengutus setidaknya dua orang (orang tua) untuk mendatangi rumah calon mempelai perempuan. Dalam hal ini, pihak keluarga laki-laki akan menyampaikan niat bahwa anak bujangnya hendak menikahi anak gadis mereka, apakah disetujui oleh si perempuan jo keluarganya atau tidak. Jika setuju, akan disepakati proses pernikahan mana nan akan diadakan. Setidaknya ada 4 kategori pernikahan suku Kayuagung.[3]
Sitinong-tinong
suntiangIstilah Sitinong-tinong ko diartikan sabagai lamaran nan tidak perlu memakai adat. Proses lamaran pernikahan hingga Ijab pernikahan dilakukan secara sederhana jo cepat. Hal ko dilakukan biasanya untuk menjaga nama baik kedua belah pihak. Kasus kehamilan sebelum pernikahan, bisa menjadi salah satu penyebab diadakan adaik lamaran Sitinong-tinong. Selain itu, alasan calon mempelai laki-laki dalam masa tugas pekerjaan nan mendesak, bisa juga mengadakan adaik lamaran Sitinong-tinong.[3]
Sipinong-pinong
suntiangKategori kedua ialah Sipinong-pinong. Untuk kategori kedua ko kebanyakan diadakan dimalam hari, jo prosesnya membutuhkan waktu selama empat hari. Dimulai jo Ijab Kabul nan diadakan di rumah pihak laki-laki. Setelah selesai ijab, pengantin perempuan akan dihantarkan kembali ke rumah orang tuanya oleh pihak laki-laki. Setelah itu, si istri akan menginap di rumah orangtuanya selama empat hari lamanya (disebut juga Anan Tuwui), sedangkan sang suami harus kembali ke rumahnya. Namun, selama proses ini, sang suami harus menghantarkan makanan jo lauk-pauk setiap pagi hari selama empat hari.[3]
Setelah masa empat hari selesai, pihak suami akan mengutus dua ibu-ibu (bai-bai) untuk menjemput si istri ke rumah orangtuanya jo juga si suami ditemani seorang pemuda (pukal bengiyam). Kepulangan si istri ke rumah mertuanya disebut Maju mulang anan tumui. Disaat si istri akan pergi menuju rumah mertuanya atau suaminya, dia akan membawa berbagai peralatan rumah tangga, jo beberapa barang-barang pesangon dari keluarganya nan akan diberikan kepada mertuanya (disebut pedatong).[3] Demikian proses ko berlangsung, mereka telah bisa untuk hidup bersama sabagai suami istri nan sah.
Pinan g Dibelah Dua
suntiangadaik nan ketiga adolah adaik Pinan g Dibelah Dua. ko merupakan istilah sederhana bagi suku Kayuagung, nan artinya ialah perbagian sama rata, jo dimaknai sabagai persedekahan dalam waktu bersamaan. adaik nan satu ko dilakukan atas kesepakatan bersama dimana pihak laki-laki (upaian) jo pihak perempuan sama-sama mengundang sanak saudara masing-masing jo melangsungkan pernikahan di rumah pengantin laki-laki.[3]
Pihak pengantin laki-laki mengundang tetangga jo sanak saudaranya untuk menyaksikan ijab kabul pernikahan puteranya jo sekaligus mengundang keluarga pihak perempuan, namun jumlahnya dibatasi, sesuai jumlah hidangan nan disediakan pihak laki-laki. Pihak perempuan nan diundang maksudanya adolah undangan khusus hanya untuk kaum bapak-bapak, selain dari sanak famili perempuan nan diundang untuk datang.[3] Rombongan kaum bapak-bapak dari pihak perempuan ko disebut " rombongan ungaiyan ", dimana mereka akan menghantarkan ayah atau wali perempuan untuk menyaksikan serangkaian adaik pernikahan dari pihak laki-laki jo gelar apa nan akan diberikan kepada mempelai tersebut.[3]
Mabang Handak
suntiangYang terakhir adolah adaik Mabang Handak. Arti dari Mabang Handak adolah "burung putih", ko merupakan simbol kekayaan atau orang ningrat. adaik nan keempat bisa diartikan sabagai adaik persedekahan nan umumnya hanya bisa diadakan oleh orang kaya atau bangsawan. Lamanya adaik ko bisa memakan waktu selama tujuh hari.[3]
adaik ko termasuk dalam adaik lamaran suku Kayuagung paling lengkap. Mulai dari dilakukan ritual penimbangan mempelai (disebut manjow kahwein), kemudian akan digelar tarian Cang-cang oleh besan berbesan. Selain itu, kereta hias pengantin (disebut juli) akan membawa kedua mempelai mengelilingi perkampungan, jo serangkaian adaik pernikahan berdasarkan suku Kayuagung.[3]
Setidaknya ada dua ekor sapi atau kerbau nan disediakan untuk merayakan pernikahan ini. Selain itu, mempelai laki-laki juga akan memberikan pakaian khusus kepada pihak keluarga perempuan.[3] Sehingga, adaik persedekahan Mabang Handak ko bisa diadakan selama seminggu. Pihak pengurus adaik Kayuagung mengarapkan bahwa adaik lamaran ko tetap dijaga jo dilestarikan oleh generasi suku Kayuagung ditengah-tengah pengaruh perkembangan zaman.[3]
Tari Penguton
suntiangTari Penguton berasal dari kata "Uton" nan dalam bahasa Kayuagung artinya ialah Penyambutan.[4] Tari Penguton adolah sebuah tarian khas suku Kayuagung dalam menyambut tamu nan datang ke Kota Kayuagung. Tarian ko umumnya dilakukan oleh sembilan orang nan dalam bahasa Kayuagung disebut "Morge Siwe". Diyakni bahwa tarian ko adolah cikal bakal lahirnya Tari Gending Sriwijaya.[4] Pada umumnya dibawakan oleh kaum perempuan saja.
Tari Penguton muncul pada tahun 1889, nan kemudian pada tahun 1920, tari ko disempurnakan kembali oleh keluarga Pangeran Bakri untuk menyambut kedatangan Gubernur Hindia-Belanda yakni Gouveneur General Limberg Van Stirem Bets ke kawasan Kayuagung.[4] Sejak masa itu pula, tari Penguton menjadi tarian khas Suku Kayuagung jo dijadikan sabagai Tari Sekapur Sirih Kayuagung.[4]
Diperankan oleh 9 orang sabagai simbol perwakilan dari sembilan dusun nan ada di kota Kayuagung, sabagai lokasi suku Kayuagung. Kesembilan dusun tersebut adolah Kayuagung Asli, Kotaraya, Perigi, Jua-jua, Kedaton, Mangunjaya, Sidakersa, Sukadana jo Paku.[5] Untuk menarikan tarian, akan diiringi oleh musik perkusi berupa gamelan, gong jo gendang.[4]
Referensi
suntiang- ↑ "Kayu Agung People in Indonesia". www.joshuaproject.net. Diakses tanggal 3 April 2019.
- ↑ a b "Suku Kayuagung, Sumatra Selatan". www.wacana.co. Diakses tanggal 6 April 2019.[pranala nonaktif permanen][pautan nonaktif salamonyo]
- ↑ a b c d e f g h i j k l "Adat Lamaran Kayuagung Hingga Kini Masih Eksis". www.palembang.tribunnews.com. Diakses tanggal 6 April 2019.
- ↑ a b c d e "Tari Penguton Kayuagung". www.etnikom.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-07. Diakses tanggal 6 April 2019.
- ↑ "Pengertian Morge Siwe". www.morgesiwe.com. Diakses tanggal 6 April 2019.