Adi Utarini (lahia di Yogyakarta, 4 Juni 1965; umua 59 taun) adolah saurang pengajar dan peneliti berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan peneliti dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada. pado Desember 2020, Adi Utarini dianugerahi penghargaan 10 peneliti paliang berpengaruh di dunia oleh jurnal ilmiah Nature atas penelitiannya tentang pengurangan demam berdarah dengue melalui intervensi nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta.[1][2] pado 2021, nama Utarini masuk ke dalam Time 100 yaitu daftar 100 Orang paliang Berpengaruh versi majalah Time.[3]

Adi Utarini
Adi Utarini, Anggota Dewan Pengarah BRIN (2021)
InstitusiUniversitas Gadjah Mada
Alma materUniversitas Umeå
UCL Great Ormond Street Institute of Child Health
Universitas Gadjah Mada
TesisEvaluation of the user-provider interface in malaria control programme : the case of Jepara district, Central Java province, Indonesia (2002)
Dikana dekUji terkontrol secara acak terhadap teknologi Wolbachia dalam pemberantasan demam berdarah dengue
PangharagoanNature's 10 (2020), Time 100 (2021)

Riwayat awal

suntiang

Adi Utarini awalnya mandapekan pendidikan kedokteran di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.[4] Setelah lulus pado tahun 1989,[4] ia kemudian mendapat dua gelar S2, dari UCL Great Ormond Street Institute of Child Health, Inggris (1994) serta Universitas Umeå, Swedia (1997).[5] Ia melanjutkan pendidikannya di Umeå untuk gelar doktor (S3). Penelitian doktoralnya di Umeå bertopik program pengendalian malaria di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.[6] Ia mendapat gelar doktor pado 2002.[7]

Karier dan penelitian

suntiang

Utarini adolah saurang pengajar dan peneliti di Universitas Gadjah Mada jo spesialisasi pengendalian penyakit dan kualitas pelayanan kesehatan.[5] Ia juga menjabat sebagai kepala Eliminate Dengue Project (Proyek Pemberantasan Dengue) di Yogyakarta,[4][8] sebuah kota berpenduduk 400.000 orang nan memiliki tingkat penularan dengue nan tinggi.[9] pado 2018, ia mengisi sebuah seminar TEDx tentang upaya-upaya pengurangan dengue di kota tersebut.[10]

Utarini menjadi salah satu pimpinan uji terkontrol secara acak untuk meneliti teknik penggunaan nyamuk ber-Wolbachia untuk pengurangi penyebaran penyakit nan dibawa oleh nyamuk, termasuk demam berdarah dengue, nan dilakukan sejak 2016 di Yogyakarta.[9][11] pado Agustus 2020 ia mengumumkan bahwa metode ini berhasil mengurangi kasus dengue sebesar 77% selama periode penelitian.[9][12] Wolbachia adolah sebuah bakteri nan jika diberikan pado nyamuk dapat mencegah penyebaran virus dari nyamuk tersebut kepado manusia.[9] Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 1990an di Universitas Monash, tetapi sebelum penelitian Utarini belum ada penelitian acak terkontrol nan dilakukan untuk membuktikannya, sehingga jurnal ilmiah Nature menyebut penelitian ini sebagai "bukti terkuat" untuk membuktikan metode Wolbachia.[13]

Dalam penelitian ini, kota Yogyakarta dibagi menjadi 24 area, 12 di antaranya dipilih secara acak untuk dilakukan penyebaran nyamuk nan telah diberi Wolbachia dan 12 sisanya dibiarkan sebagai pembanding (kontrol). Tabir penelitian ini dibuka pado Juni 2020 untuk dilakukan analisis oleh para peneliti. Hingga Desember 2020, data penelitian ini belum diterbitkan sepenuhnya, tetapi hasil sementara nan dirilis pado Agustus 2020 menunjukkan adanya pengurangan 77% kasus dengue di area nan menerima nyamuk ber-Wolbachia dibandingkan jo daerah kontrol.[9] Para ahli epidemiologi dunia menyebut hasil ini sebagai "benar-benar mengejutkan", dan menyebutnya sebagai langkah penting dalam upaya memberantas dengue, nan diperkirakan menyebabkan 400 juta infeksi dan 25.000 kematian setiap tahunnya di seluruh dunia.[9][13]

Utarini direkrut dalam upaya ini pado 2013 dan menjadi kepala ilmuwan Indonesia di dalamnya. Selain memimpin dan mengoordinasi penelitian, ia juga menjalankan peran penting dalam mandapekan izin berbagai kementrian terhadap percobaan ini.[13] Selama periode uji ini, Utarini menggalang dukungan masyarakat jo membuat berbagai mural, film dan video singkat, serta bertatap muka. Antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi dianggap sebagai salah satu aspek sukses dari penelitian ini.[9]

pado 2020, Utarini terpilih sebagai salah satu dari Nature's 10, yaitu daftar sepuluh ilmuwan paliang berpengaruh sepanjang tahun tersebut, berkat upayanya merintis uji nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia.[13] Kepado surat kabar Kompas, ia berkisah bahwa sempat terkejut namanya masuk. Untuk memastikan, ia menghubungi Direktur WMP di Vietnam Scott O'Neill. Semula ia menduga namanya dimasukkan orang lain, rupanyalah Nature punya cara sendiri untuk memilih. Sebelum itu, kata Utarini, ia telah diwawancarai dan difoto khusus 2 pekan sebelum namanya masuk laporan jurnal itu.[14]

Kehidupan pribadi

suntiang

Utarini juga dikenal sebagai "Prof Uut" dan disebut "pendiam tetapi persuasif" oleh rekan-rekannya. Di antara hobinya adolah bersepeda dan bermain piano. Suami Utarini, Iwan Dwiprahasto, juga adolah pengajar di UGM. Iwan meninggal akibat Pandemi COVID-19 di Indonesia pado Maret 2020.[9][15]

Publikasi

suntiang

Di samping publikasi ilmiah, Utarini juga menulis untuk situs web The Conversation.[16]

Referensi

suntiang
  1. Kusuma, Wijaya. Arief, Teuku Muhammad Valdy, ed. "Peneliti UGM Masuk 10 Besar Ilmuwan Berpengaruh Dunia Versi Jurnal Nature". Kompas.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  2. "Nature's 10: ten people who helped shape science in 2020". www.nature.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  3. Rafter, Darcy (2021-09-15). "Who is Adi Utarini, health professor from Time 100 most influential". The Focus (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-27. Diakses tanggal 2021-09-16. 
  4. a b c "Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D – Health Policy and Management UGM" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  5. a b "Dr Adi Utarini". Australia-Indonesia Centre (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  6. Utarini, Adi (2002). "Evaluation of the user-provider interface in malaria control programme: the case of Jepara district, Central Java province, Indonesia" (dalam bahasa English). Umeå: Univ. 
  7. (dalam bahaso English) Adi Utarini. OCLC 4780019278. https://www.worldcat.org/title/adi-utarini/oclc/4780019278. 
  8. Foundation, Thomson Reuters. "Adi Utarini, Indonesia's project leader at the Eliminate Dengue Program, poses behind netting inside a room where mosquitoes carrying Wolbachia bacteria are stored and fed in Yogyakarta". news.news.trust.org. Diakses tanggal 2020-12-19. [pranala nonaktif permanen][pautan nonaktif salamonyo]
  9. a b c d e f g h Callaway, Ewen (2020-08-27). "The mosquito strategy that could eliminate dengue". Nature (dalam bahasa Inggris). doi:10.1038/d41586-020-02492-1. 
  10. Utarini, Adi, Sacred Bucket (dalam bahasa Inggris), diakses tanggal 2020-12-19 
  11. Anders, Katherine L.; Indriani, Citra; Ahmad, Riris Andono; Tantowijoyo, Warsito; Arguni, Eggi; Andari, Bekti; Jewell, Nicholas P.; Dufault, Suzanne M.; Ryan, Peter A.; Tanamas, Stephanie K.; Rancès, Edwige (2020-05-25). "Update to the AWED (Applying Wolbachia to Eliminate Dengue) trial study protocol: a cluster randomised controlled trial in Yogyakarta, Indonesia". Trials. 21. doi:10.1186/s13063-020-04367-2. ISSN 1745-6215. PMC 7249400 . PMID 32450914. 
  12. "World Mosquito Program's Wolbachia method dramatically reduces dengue incidence in Indonesia". LSHTM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  13. a b c d "Nature's 10: ten people who helped shape science in 2020". www.nature.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19. 
  14. Napitupulu, Ester Lince (21 Desember 2020). "Adi Utarini: Sumbangan pada Dunia". Kompas. Hlm. 16.
  15. "Nakes Gugur: Terus Bertambah, Bukan Sekadar Angka". VOA News (dalam bahasa Indonesia). 6 September 2020. 
  16. "Adi Utarini". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-19.